Sabtu, 13 Februari 2010

Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kabupaten Siak

I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Salah satu kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional adalah kelompok Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau dikenal dengan nama UMKM. UMKM merupakan salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan Usaha Besar dan Badan Usaha Milik Negara.
Secara umum, UMKM adalah tergolong jenis usaha marginal, dengan penggunaan teknologi relatif sederhana, tingkat modal dan akses terhadap kredit rendah, serta cenderung berorientasi pada pasar lokal. Studi-studi yang dilakukan di beberapa negara menunjukkan bahwa UMKM mempunyai peranan yang cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja melalui penciptaan lapangan pekerjaan, penyediaan barang dan jasa dengan harga murah, serta mengatasi masalah kemiskinan. Disamping itu, UMKM juga merupakan salah satu komponen utama dalam pengembangan ekonomi lokal dan mampu memberdayakan kaum perempuan dalam meningkatkan bargaining position perempuan dan keluarga.
Kemampuan UMKM dalam memberikan sumbangan yang signifikan terhadap perkembangan perekonomian suatu negara baik pada negara-negara berkembang maupun di negara-negara maju, telah mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menetapkan tahun 2004 sebagai tahun International microfinance. Hal ini menunjukkan keberpihakan dan kepedulian badan dunia tersebut terhadap UMKM dengan mendorong negara-negara di dunia untuk lebih memberikan perhatian pada pemberdayaan dan pengembangan UMKM dengan cara memberikan berbagai stimulan dan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan negara atau daerah tertentu. Sejalan dengan program PBB tersebut, pemerintah Indonesia telah menetapkan tahun 2005 sebagai “Tahun UMKM Indonesia” dengan melakukan berbagai instrumen dan program memfasilitasi pemberdayaan UMKM di tingkat nasional, sedangkan untuk di daerah diharapkan dilakukan oleh pemerintah daerah.
Sejarah telah menunjukkan bahwa UMKM di Indonesia tetap eksis dan berkembang ketika krisis ekonomi melanda negeri ini sejak tahun 1997, bahkan telah berperan sebagai buffer dan katup pengaman (savety valve) dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan menyediakan alternatif lapangan pekerjaan bagi para pekerja sektor formal yang terkena dampak krisis. Selain itu UMKM merupakan pelaku ekonomi yang berinteraksi langsung dengan konsumen dan mampu meredam persoalan-persoalan yang berdimensi social politik.
Meskipun UMKM telah menunjukkan peranannya dalam perekonomian nasional, namun sampai saat ini masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat internal maupun eksternal, dalam hal produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, desain dan teknologi, permodalan, serta iklim usaha.
Untuk meningkatkan kesempatan, kemampuan, dan perlindungan terhadap UMKM, pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan tentang pencadangan usaha, pendanaan, dan pengembangannya namun belum optimal. Hal itu dikarenakan kebijakan tersebut belum dapat memberikan perlindungan, kepastian berusaha, dan fasilitas yang memadai untuk pemberdayaan UMKM. Sehubungan dengan itu, UU RI Nomor 20 Tahun 2008, telah mengamanatkan bahwa UMKM perlu diberdayakan dengan cara:
a. penumbuhan iklim usaha yang mendukung pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan
b. pengembangan dan pembinaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan peran serta kelembagaan UMKM dalam perekonomian nasional, maka pemberdayaan tersebut perlu dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara menyeluruh, sinergis, dan berkesinambungan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka kajian tentang Model Pengembangan Usaha Mikro yang dilaksanakan melalui kerjasama dengan pihak pemerintah Kabupaten Siak melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Siak ini sangat tepat dan penting untuk segera dilaksanakan.

I.2. TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan dari kajian tentang Model Pengembangan Usaha Mikro di Kabupaten Siak ini adalah :
1. Mengetahui profil dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh UMKM di Kabupaten Siak
2. Mengukur kontribusi UMKM baik yang riil maupun potensial menurut sektor terhadap perekonomian Kabupaten Siak
3. Menyusun Model pengembangan UMKM yang bersifat aplikatif terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Siak
4. Mendapatkan rekomendasi tentang usaha-usaha potensial yang dapat dikembangkan di Kabupaten Siak
Manfaat :
Hasil kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai rekomendasi yang aplikatif dalam rangka merumuskan kebijakan pengembangan usaha usaha mikro, kecil dan menengah baik yang riil maupun potensial serta pemberdayaannya dalam memacu pembangunan Kabupaten Siak.

I.3. SASARAN
Adapun sasaran dari kajian ini adalah usaha mikro, kecil dan menengah yang dikelompokkan ke dalam 9 (Sembilan) sektor atau lapangan usaha di Kabupaten Siak yang terdiri dari :
1. Sektor Pertanian, Peternakan, Perkebunan, Kehutanan dan Perikanan
2. Sektor Pertambangan dan Penggalian
3. Sektor Industri Pengalahan
4. Listrik, Gas dan Air Bersih
5. Bangunan/Konstruksi
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
7. Angkutan dan Komunikasi
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
9. Jasa-Jasa

I.4. RUANG LINGKUP
Adapun ruang lingkup kajian ini adalah untuk mengidentifikasi kondisi usaha mikro, kecil dan menengah baik yang riil maupun potensial di kabupaten Siak yang terdiri dari :
1. Identifikasi tentang profil dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh UMKM di Kabupaten Siak dalam pengembangan usahanya
2. Identifikasi tentang dukungan perkuatan bagi pengembangan UMKM yang sudah ada maupun yang potensial dengan mengkaji alternatif model pengembangan yang sesuai dengan kondisi daerah Kabupaten Siak
Selanjutnya Tahapan dan Ruang lingkup kajian ini dapat digambarkan sebagai berikut:








I.5. OUTPUT/KELUARAN
Output/Keluaran dari kajian ini terdiri dari :
1. Gambaran umum tentang profil usaha usaha mikro, kecil dan menengah di Kabupaten Siak
2. Kebijakan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah serta penyaluran kreditnya di Kabupaten Siak
3. Pemanfaatan dana perbankan oleh usaha mikro, kecil dan menengah di Kabupaten Siak
4. Hasil analisis SWOT usaha mikro, kecil dan menengah di Kabupaten Siak
5. Faktor-faktor yang masih menjadi kendala dalam peningkatan daya saing dan kinerja usaha mikro, kecil dan menengah di Kabupaten Siak
6. Hambatan pasar usaha mikro, kecil dan menengah di Kabupaten Siak
7. Kontribusi UMKM menurut sektor terhadap perekonomian Kabupaten Siak
8. Strategi umum pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah di Kabupaten Siak Termasuk Peluang Pemasaran
9. Dokumen tentang model pengembangan UMKM yang riil maupun potensial yang bersifat apilikatif di Kabupaten Siak
VII. REKOMENDASI
Dari hasil kajian dan analisa secara keseluruhan terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kabupaten Siak, maka selanjutnya dapat direkomendasikan hasil kajian sebagai berikut :

1. Potensi usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Kabupaten Siak cukup besar, ini ditandai dengan banyaknya jumlah jenis usaha persektor di setiap kecamatan. Kondisi ini juga didukung oleh potensi ekonomi wilayah dan iklim investasi yang ada.
2. Permasalahan utama yang dihadapi oleh usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Kabupaten Siak berdasarkan jumlah persentase adalah masalah modal (38,42 %) diikuti oleh masalah pemasaran (13,37%), izin dan persyaratan (12,17%), bahan baku (11,22%), tenaga kerja/ahli (7,88%), mesin dan peralatan (7,16%), dan manajemen pengelolaan (7,16%) serta masalah teknik dan teknologi (2,63%).
3. Model pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Kabupaten Siak menggunakan pendekatan program Corparate Social Responsibility (CSR), program pengembangan kredit mikro dan model pengembangan kluster. Ketiga model ini dianggap relevan dan sesuai dengan permasalahan dan potensi wilayah.
a. Corparate Social Responsibility (CSR) dikenal semacam program kepedulian atau kemitraan yang dilakukan oleh perusahaan dengan kelompok usaha mikro, kecil dan menengah. Dalam hubungan kemitraan ini perusahaan akan bertindak sebagai bapak angkat dengan memberikan bantuan serta pembinaan melalui program pemberdayaan antara lain :
 Mengembangkan peluang-peluang usaha yang dapat memperkuat posisi tawar mitra dampingan dalam menjalankan usahanya baik dalam aspek pemenuhan input produksi, keterampilan berbudidaya / berproduksi, termasuk penanganan pasca produksi
 Layanan kemitraan melalui pendampingan/asistensi usaha, temu usaha, kemitraan usaha, termasuk penguatan modal usaha.
 Pengemnbangan potensi masyarakat dalam mengelola lembaga keuangan mikro (LKM) atau micro finance institution sebagai sumber pembiayaan alternatif untuk meningkatkan skala usaha mitra pendampingan
 Mitra dampingan dalam merencanakan dan mengelola usaha secara mandiri, mulai dari pengolahan sub sektor hulu (input produksi) sub sektor produksi atau budidaya , sub sektor hilir (pengolahan hasil dan pemasaran) serta sub sektor pendukung (infrastruktur,training, dan pembiayaan usaha)
b. Program pengembangan kredit mikro, adalah program pemberian kredit usaha yang tertuju pada suatu masyarakat yang menjalankan usaha untuk meningkatkan pendapatan dengan harapan mencapai taraf hidup yang lebih baik. Adapun program pemberdayaan untuk jenis usaha mikro dan kecil ini adalah sebagai berikut :
 Menciptakan sistem penjaminan kredit (bunga, prosedur, jaminan)
 Mempermudah perijinan, pajak dan restribusi lainnya,
 Mempermudah akses pada bahan baku, teknologi dan informasi
 Menyediakan bantuan teknis (pelatihan, penelitian) dan pendampingan dan manajemen (SDM, keuangan dan pemasaran)
 Secara rutin melakukan pertemuan, lokakarya model pelayanan bisnis yang baik dan tepat

c. Model pengembangan kluster. Model pengembangan UMKM ini pada dasarnya adalah membentuk suatu kawasan sentra industri UMKM. Dengan memperhatikan potensi wilayah yang ada di Kabupaten Siak, Kota Siak Sri indrapura sangat berpotensi untuk dijadikan kawasan tersebut karena Kota ini disamping sebagai ibukota Kabupaten dan pusat pemerintahan juga menjadi kawasan wisata lokal dan manca negara. Untuk menentukan lokasi atau penempatan sentra UMKM, diperlukan kajian lanjutan yang secara khsusus menyusun DED kawasan Sentra UMKM Kabupaten Siak.

4. Berangkat dari permasalahan yang ada, strategi pengembangan usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Kabupaten Siak kedepan adalah:
a. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menyediakan lingkungan yang mampu mendorong pengembangan UKM secara sistemik, mandiri dan berkelanjutan
b. Mempermudah perijinan, pajak dan restribusi lainnya,
c. Mempermudah akses pada bahan baku, teknologi dan informasi.
d. Menyediakan bantuan teknis (pelatihan dan penelitian) dan pendampingan manajemen (SDM, keuangan dan pemasaran)
e. Secara rutin perlu melakukan pertemuan, lokakarya model pelayanan dan pengelolaan bisnis yang baik dan tepat.
Rekomendasi ini diharapkan dapat dijadikan sumber kebijakan oleh Pemeritah Kabupaten Siak dalam mengembangkan Usaha Mikro, Kecil dan menengah. Selain itu hasil kajian ini juga dapat dijadikan rujukan pengembangan kajian berikutnya.
Pengembangan kajian lebih lanjut perlu dilakukan dalam ruang lingkup kecil seperti UMKM per-jenis produk tertentu. Hal ini akan memberikan hasil analisis yang lebih mendalam untuk melahirkan program program yang aplikatif dalam rangka pemberdayaan UMKM di Kabupaten Siak.
Agar hasil analisis lebih akurat, maka diperlukan ketersediaan data sekunder yang memadai, untuk itu perlu dilakukan pendataan secara serius melalui sensus berkala dalam rangka menyediakan data base UMKM di Kabupaten Siak.

PROFIL KETENAGAKERJAAN KABUPATEN SIAK 2009

daftar ISI


Daftar isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang I-1
1.2 Tujuan dan Manfaat I-6
1.3 Sasaran I-6
1.4 Ruang Lingkup I-7
1.5 Output/Keluaran I-8
1.6 Sistematika Penulisan I-9

BAB II KONSEP DAN KERANGKA TEORI
2.1 Konsep II-1
2.2. Kerangka Teori II-14

BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI
3.1 Lokasi Kajian III-1
3.2 Jenis dan Sumber Data III-2
3.3 Metode Pengumpulan Data III-2
3.4 Pendekatan dan Metode Analisis III-3

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN SIAK
4.1. Kondisi Geografis IV-1
4.2. Demografis IV-3
4.3. Pemerintahan IV-9
4.4 Kondisi Perekonomian IV-12


BAB V USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN SIAK
5.1. Arah Pengembangan dan Kebijakan V-1
5.2 Program Pemberdayaan UMKM di kabupaten Siak V-5
5.3. Profil UMKM Kabupaten Siak V-10
5.4 Kondisi Usaha dan Permasalahan UMKM di Kabupaten Siak V-23

BAB VI ANALISIS DAN MODEL PENGEMBANGAN UMKM
6.1 Analisis SWOT VI-1
6.2 Model Pengembangan UMKM di Kabupaten Siak VI-10
6.3 Analisis Model Pengembangan UMKM di Kabupaten Siak VI-15

BAB VII REKOMENDASI

DAFTAR RUJUKAN

HUBUNGAN JANGKA PANJANG INVESTASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI NEGARA-NEGARA ASEAN

I. LATAR BELAKANG


Berbagai pandangan telah dikemukakan mengenai hubungan jangka panjang antara Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi menurut Model AK (istilah bagi fungsi Produksi Y = AK). Misalnya Romer (1986,1987), Lucas (1988) dan Robelo (1991) setuju bahwa terdapat efek jangka panjang yang positif antara Investasi (Modal) dan Pertumbuhan Ekonomi. Namun Jones (1995) telah menentangnya, dengan menggunakan data deret waktu (time series) pada negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), beliau mendapati bahwa tidak terdapat efek jangka panjang yang positif diantara Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi.

Dalam Kajiannya Jones menggunakan dua bentuk pembuktian model AK. Pertama, Pembuktian secara Deskriftif tentang arah aliran (trend) Investasi dan Pertumbuhan dari tahun 1950 – 1988 untuk menggambarkan tingkat pertumbuhan 15 negara OECD, kenyataanya diperoleh bahwa tidak terdapat kecenderungan trend yang meningkat meskipun dibeberapa negara tingkat investasinya meningkat. Kedua, Pembuktian melalui pengujian formal dengan hipotesis bahwa terdapat efek positif jangka panjang investasi terhadap pertumbuhan, dan ternyata hipotesis tersebut ditolak.

Dajin Li (2002) menguji kembali hasil yang bertentangan dari konsep Jones tersebut, dengan mengemukakan konsep alternatif tentang investasi. Ia mengemukakan bahwa penentangan Jones muncul karena menggunakan konsep “durable Invesment”, sementara dalam menguji model AK, penggunaan konsep “total invesment” adalah lebih relevan.

Dengan membuat perbaikan dan pengembangan set data, penambahan jumlah negara OECD yang dikaji, dan pembetulan prosedur pengujian. Data deret waktu bagi 24 negara OECD dari tahun 1950 – 1992 dan 5 negara industri utama dari tahun 1870 – 1987, telah digunakan dalam kajianya. Karena AK Model didasarkan pada fungsi produksi linear satu sektor sederhana dan dinamik, maka Dajin Li juga melakukan uji berdasarkan Uzawa (1965)/Lucas (1988) AK model dua sektor berbentuk dinamik.

Dari hasil kajiannya, Dajin Li dapat membuktikan atau mengukuhkan kembali bahwa terdapat hubungan jangka panjang yang positif antara investasi dan pertumbuhan ekonomi melalui pengujian AK Model.

Berdasarkan kajian Dajin Li (2002), maka penulis tertarik pula untuk menguji model AK, untuk melihat hubungan jangka panjang antara tingkat investasi dan tingkat pertumbuhan dengan menggunakan data lima negara-negara ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand.

II. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bentuk hubungan jangka panjang antara tingkat investasi dan tingkat pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN.
2. Untuk membuktikan hasil kajian Dajin Li (2002) dengan menggunakan data negara-negara ASEAN.

III. LANDASAN TEORITIS

III.1. Model AK

Satu hal penting dalam Model AK adalah tidak adanya konsep deminishing return bagi modal secara luas, termasuk pada modal Fisik dan Manusia. Fungsi Produksi dapat digambarkan sebagai :

y = Akh1- (1)

di mana y adalah output perkapita, k dan h adalah modal fisik dan manusia perkapita, dan A dan  adalah dua parameter konstan bagi teknologi.

Keadaan steady state dalam model bermakna bahwa pertumbuhan modal fisik dan manusia berada pada tingkat yang sama. Diasumsikan bahwa tingkat depresiasi bagi kedua-dua jenis modal adalah sama, tingkat investasi juga sama, rasio antara kedua-dua stok modal adalah konstan ( 1 - ) / ) 2. Maka keadaan steady state untuk tingkat pertumbuhan dapat digambarkan melalui sebuah fungsi linear terhadap investasi modal fisik :
g* = - + Ãx * (2)

di mana Ã=A ( 1 - ) / ) 1- ; g* adalah tingkat pertumbuhan umum bagi output perkapita, konsumsi serta modal fisik dan manusia; x* adalah tingkat steady state bagi investasi modal fisik; dan  adalah konstanta bagi tingkat depresiasi modal fisik dan manusia serta tingkat pertumbuhan penduduk. Persamaan (2) ini digunakan Jones untuk menguji hubungan antara pertumbuhan dan investasi.

III.2. Efek Jangka Panjang Investasi Terhadap Pertumbuhan

Jones (1995) meregreskan persamaan ekonometrik efek jangka panjang investasi terhadap pertumbuhan sebagai berikut :

gt = A (L)gt-1 + B (1)xt + B’(L) Δxt + εt (3)

di mana, gt adalah tingkat pertumbuhan; xt dan Δxt adalah tingkat dan turunan pertama investasi; masing-masing A (L) dan B’(L) adalah polinomial derjat p dalam Operator Tertangguh L; dan εt gangguan (error). Variabel B (1) menandakan efek jangka panjang tingkat investasi terhadap pertumbuhan tersebut. Keabsahan model AK dapat diuji melalui uji hipotesis nol, B (1) = 0, dan hipotesis alternatif, B (1)  0. Keputusan regresi model Jones ini dapat dilihat pada Tabel 2 (lampiran 3).
Dajin Li meregreskan kembali dengan memperbaiki data durabel dan total investasi Jones menjadi data (PWT5.6) total investasi. Dari hasil regresi diperoleh bahwa hipotesis B (1) = 0 diterima pada 11 dari 14 negara yang diuji, maknanya hasil keputusan dengan menggunakan data investasi durabel memberikan pertentangan dengan jangkaan model AK, sedangkan hasil keputusan dengan menggunakan data total investasi menunjukkan bahwa hipotesis B (1)  0, dapat diterima pada 5 dari 15 negara yang diuji. Dan apabila data total investasi yang telah diperbaiki PWT5.6 digunakan maka 6 daripada 15 negara yang diuji menunjukkan bahwa B (1)  0 dapat diterima. Ini menggambarkan pertentangan dengan jangkaan model AK semakin lemah.

III.3. Pengujian Model AK Satu Sektor

Penggunaan OLS untuk meregreskan persamaan (3) akan menimbulkan masalah wujudnya gangguan autoregresif dalam model. Untuk mengelakkan masalah tersebut, maka model alternatif tanpa autoregresif terms perlu dibentuk :

gt = a + C (1) xt + C’(L) Δxt + εt (4)

di mana, a adalah intersep; C (1) adalah efek jangka panjang tingkat investasi ke terhadap tingkat pertumbuhan; dan C’(L) adalah polinomial derjat q dalam Operator Tertangguh L.

Regresi persamaan (4) menggunakan OLS juga bermasalah yakni regresi bias dan tak konstan, sebab variabel bebas xt dan nilai tertangguh dapat berkolerasi dengan gangguan error εt. Ini timbul karena siklus fluktuasi ekonomi, yang mana tingkat pertumbuhan dan investasi cenderung menyimpang dari nilai jangka panjangnya. Ini juga dapat disebabkan oleh hubungan kausal dari output terhadap investasi, Baro dan Sala-i-Martin (1995) dan mankiw (1995).

Satu cara untuk menyesuaikan masalah tersebut adalah dengan menggunakan variabel instrumen agar didapatkan variabel yang memuaskan bagi tingkat investasi, Saikkonen (1991), Philip dan Loretan (1991), dan Stock dan Watson (1993).

Untuk memahami prosedur tersebut, satu persamaan linear gangguan error εt di bentuk sebagai berikut:

εt = D (L) xt+r + vt (5)

di mana D (L) adalah tertangguh polinomial derjat 2 x r ; dan vt adalah sisa. Dari persamaan tersebut vt adalah tidak berkorelasi dengan xt dan nilai tertangguhnya. Karena efek tingkat pertumbuhan dan investasi kepada fluktuasi jangka pendek dalam ekonomi, maka polinomial D(L) mengandungi parameter  0. Korelasi antara εt dan xt diasumsikan = 0 pada tempoh (r + 1) atau tertangguh (r - 1). Siklus kejutan pada tingkat pertumbuhan dan investasi adalah bersifat sementara dari keseimbangan jangka panjang, tetapi ia tak dapat diganti sebagai parameter penentu keseimbangan. Dengan kata lain tidak ada kaitan jangka panjang antara gangguan error dan tingkat investasi. Jadi D(L) = 0. Dengan menggunakan batasan ini, persamaan (5) dapat ditulis kembali sebagai:

εt = D(1)xt + D’(L) xt+r + vt = D’(L) xt+r + vt, (5’)

dan persamaan (4) pula dapat tuliskan kembali sebagai :

gt = a + C (1) xt + E (L) xt+q + vt (6)

di mana E(L) adalah tertangguh polinomial derjat 2 x q; E (L) = D’(L) bagi q > 0 ; dan E(L) = C’(L) +D’(L) untuk q ≤ 0.

Berdasarkan persamaan (6), pengujian terhadap model AK menjadi satu uji hipotesis nol C(1) = 0, dan hipotesis alternatif C (1) > 0, karena vt tidak berkolerasi dengan xt dan leads atau tertangguhnya, maka regresi OLS menjadi konsisten dan efisien.

III.4. Pembuktian Efek Jangka Panjang Dengan Panel Data Model Satu Sektor

Pendekatan panel data banyak mendapatkan perhatian dalam kajian akhir-akhir ini seperti Coe dan Helpman,1995; Islam, 1995; dan Evans 1998. Penggunaan panel data bagi 24 negara OECD pada uji AK model, dapat ditulis sebagai berikut :

git = ai + Ci (1) xit + Ei (L) Δxit + q + vit (7)

di mana i adalah identitas negara, ai parameter intersep negara tertentu, Ci (1) dan Ei (L) menggambarkan efek jangka panjang dan jangka pendek investasi terhadap pertumbuhan, dan vit gangguan error.

Masalah utama dalam menganalisis panel data adalah menghitung parameter silang keragaman negara. Parameter mesti meliputi semua negara sebagai parameter jangka pendek yang menggambarkan kedinamisan waktu dan efek tingkat pertumbuhan akibat perubahan tingkat investasi . Untuk alasan ini, Dajin Li mengambil dua kasus yaitu kasus 1, regresi deret waktu untuk seluruh intersep dan parameter jangka panjang dan jangka pendek adalah sama untuk semua negara. kasus 2, slope parameter jangka pendek berbeda untuk semua negara.

Masalah yang muncul berkaitan dengan keragaman parameter adalah wujudnya heteroskidastisiti dan korelasi antara gangguan error, sehingga regresi dengan OLS tak dapat digunakan, maka Dajin Li menggunakan kaedah Seemingly Unrelated Regression (SUR) bagi meregreskan efek jangka panjang investasi terhadap pertumbuhan.

Hasil regresi menggunakan OLS dan SUR sebagai estimator kasus 1 dan kasus 2, menunjukan bahwa parameter investasi adalah signifikan secara positif dalam menggambarkan model AK. Regresi parameter jangka panjang dengan menggunakan kaedah SUR lebih baik berbanding OLS.

III.5. Uji Panel Data pada Model Dua Sektor Pertumbuhan Endogenous


Produksi barang akhir membutuhkan modal manusia dan fisik, tetapi pendidikan hanya digunakan dalam modal manusia. Pergerakan modal fisik kepada modal manusia menimbulkan perubahan dinamis. Sebab ianya mempunyai dua sektor dan perubahan dinamis, model ini menunjukkan susunan kerja penguji pertumbuhan jangka panjang. Dua keputusan dapat dihasilkan dari model ini. Pertama, hubungan pada keadaan steady state antara pertumbuhan dan investasi dalam model dua sektor adalah sama pada model AK satu sektor. Kedua, dalam model dua sektor, tingkat investasi dan rasio modal fisik terhadap modal manusia menentukan tingkat pertumbuhan sepanjang garis peralihan, dan tingkat pertumbuhan output adalah berbanding terbalik terhadap rasio modal fisik terhadap modal manusia sebagai pendekatan ekonomi steady state.

Dengan perbaikan model tertangguh tersebar dan penerapan prosedur yang sama seperti pada uji model satu sektor, penguji model dua sektor dilakukan melalui persamaan berikut :

git = ai + Ci1 (1) xi1t + Ci2 (1) xi2t + Ei1 (L) Δxi1t + q + Ei2 (L) Δxi2t + q + vit (8)

di mana xi1t dan xi2t masing-masing adalah tingkat investasi dan rasio kedua bentuk modal; Ci1 (1) dan Ci2 (1) masing-masing adalah efek jangka panjang tingkat investasi dan rasio kedua bentuk modal; Ei1 dan Ei2 masing-masing adalah efek jangka pendek tingkat investasi dan rasio kedua bentuk modal; dan vit gangguan error.

Dari pandangan empirik, model endogenous satu dan dua sektor berbeda secara umum dengan rasio modal fisik terhadap modal manusia. Sisa rasio konstan dalam model AK satu sektor tetapi bervariasi didalam model dua sektor. Dalam model dua sektor Uzawa-Lucas, rasio modal fisik terhadap modal manusia hanya berbentuk peralihan, bukan efek jangka panjang. Implikasinya adalah Ci2 (1) = 0.
Dajin Li mengemukakan asumsi model satu sektor yaitu, kasus pertama diasumsikan bahwa semua intersep dan parameter slop jangka pendek dan jangka panjang adalah sama bagi semua negara. Kasus kedua, membenarkan parameter slop jangka pendek investasi dan rasio modal fisik-manusia berbeda untuk semua negara.

Hasil penganggran persamaan (8), menggunakan panel data 22 negara OECD tempoh 1965-1987, menunjukkan bahwa efek jangka panjang tingkat investasi terhadap tingkat pertumbuhan adalah positif dan sangat signifikan. Uji F secara tegas menolak hipotesis nol efek jangka pendek dan jangka panjang rasio modal fisik-manusia pada kedua-dua kasus. Ini menandakan bahwa rasio dinamis adalah satu yang penting pada proses pertumbuhan.

Hasil regresi panel data juga menunjukkan bahwa efek jangka panjang rasio kedua bentuk modal tidaklah nol, bertentangan dengan model Uzawa-Lucas. Beberapa faktor penyebabnya adalah : pertama, jika ekonomi negara-negara OECD melalui tempo peralihan, maka data deret waktu yang tersedia ada tidak memadai bagi membolehkan prosedur empirik menjelaskan dengan sempurna efek peralihan terhadap rasio, sebab efek peralihan terbit di dalam parameter jangka panjang. Kedua, Pengukuran ralat dalam variabel, khususnya modal manusia, dapat bias dalam meregreskan Ci2 (1). Ketiga, seperti yang disarankan dalam Lucas (1988), akumulasi modal manusia adalah eksternalitas. Kelemahan memasukkan faktor eksternalitas dapat memutarbalikkan penganggran efek jangka panjang terhadap rasio modal fisik-manusia.

III.6. Kekuatan Peramalan model satu sektor dan dua sektor

Bagaimana efisiensi model dua sektor Uzawa-Lucas dibanding dengan model AK satu sektor dalam meramalkan tingkat pertumbuhan negara-negara OECD ? Hasil regresi menggambarkan tiga ukuran statistik yang membandingkan ketepatan peramalan tersebut. Berdasarkan ukuran tersebut, model dua sektor adalah lebih sesuai dalam melihat tingkat pertumbuhan di negara-negara OECD berbanding model satu sektor. Kesalahan peramalan pada model dua sektor yang menggunakan tiga ukuran adalah kecil daripada separuh pengukuran model satu sektor. Sebab penggunaan rasio modal fisik terhadap modal manusia hanya berbeda antara dua sektor saja, dan kita dapat menentukan perbaikan bagi rasio tersebut.


IV. PENGUJIAN MODEL AK PADA NEGARA-NEGARA ASEAN

IV.1. Trend Tingkat Petumbuhan dan Tingkat Investasi

Secara teori tingkat pertumbuhan dan investasi adalah memiliki pergerakan trend jangka panjang yang sama, maka. Tabel 1, menunjukkan hasil pengujian trend tingkat pertumbuhan dan investasi bagi lima negara ASEAN. Trend yang sama antara tingkat pertumbuhan dan tingkat investasi hanya terlihat pada negara Philipina dan Singapura, sedangkan negara Indonesia, Malaysia dan Thailand tidak searah, walaupun demikian ianya tidak signifikan secara statistik.

Trend tingkat pertumbuhan pada kelima-lima negara ASEAN memiliki kecenderungan yang negatif, namun tidak signifikan secara statistik kecuali bagi negara Indonesia yang signifikan pada tingkat keyakinan 95 persen. Ini bermakna pada kelima-lima negara trend tingkat pertumbuhan cenderung menurun menurut waktu dalam kajian ini.

Tingkat investasi pada negara Indonesia, Malaysia dan Thailand menunjukkan trend yang positif, bermakna ianya memiliki kecenderungan meningkat menurut waktu dalam kajian. Sementara Philipina dan Singapura memiliki trend yang negatif dan signifikan secara statistik, bermakna ada kecenderungan bahwa tingkat investasi dikedua-dua negara menurun menurut waktu kajian. Karena diperoleh bahwa pengujian secara statistik kurang memuaskan, maka pengujian secara deskriftif perlu dilakukan untuk memastikan bahwa trend tingkat investasi dan tingkat pertumbuhan adalah sama.

Tabel 1. Trend Tingkat Petumbuhan dan Investasi Pada Negara-Negara ASEAN, 1971-2000.


Negara
Tingkat Pertumbuhan
Tingkat Investasi

Indonesia
-0.2241*
(-1.938)
0.128
(0.670)
Malaysia -0.0553
(-0.481) 0.3051*
(1.686)
Philipina -0.0548
(-0.510) -0.3842***
(-3.329)
Singapura -0.0141
(-0.149) -0.4400***
(-3.995)
Thailand -0.2261
(-0.149) 0.2490
(1.282)

Keterangan :
(*) Signifikan pada tingkat keyakinan 95 peratus
(**) Signifikan pada tingkat keyakinan 95 peratus
(***) Signifikan pada tingkat keyakinan 99 peratus


IV.2. Efek Jangka Panjang Tingkat Investasi Terhadap Tingkat Pertumbuhan di Negara-Negara ASEAN

Untuk mengkaji efek jangka panjang tingkat investasi terhadap tingkat pertumbuhan pada lima negara ASEAN, maka regresi model Jones (1995) dan model Dajin Li (2002) telah dilakukan. Hasil regresi kedua model tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Efek jangka Panjang Tingkat Investasi Terhadap Tingkat Pertumbuhan Lima Negara-Negara ASEAN, 1971-2000.


Negara
Tingkat Investasi
Model Jonesa) Model Dajin Lib) Model ASEANc)
Indonesia 0.315
(1.533) -0.020
(-0.139) 0.564***
(3.564)

Malaysia 0.277
(1.517) -0.260
(-0.920) 0.673***
(4.233)

Philipina 0.472*
(2.340) 0.015
(0.104) 0.824***
(3.790)

Singapura -0.103
(-0.523) -0.287*
(-1.840) 0.277
(1.060)

Thailand 0.287
(1.312) -0.084
(-0.384) 0.818***
(4.143)

Keterangan : a) Model Jones (1995), regresi dengan 4 variabel tertangguh masing-masing bagi tingkat pertumbuhan dan turunan pertama tingkat investasi.
b) Model Dajin Li (2002), regresi dengan 4 variabel leads dan tertangguh bagi turunan pertama tingkat investasi.
c) Model ASEAN Regresi model dengan 4 variabel tertangguh masing-masing bagi tingkat investasi dan tingkat pertumbuhan
(*) Signifikan pada tingkat 95% (**) Signifikan pada tingkat 95% (***)Signifikan pada tingkat 99%


Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa hasil regresi dengan menggunakan model Jones, didapati hanya negara Philipina saja yang menunjukkan hubungan jangka panjang positif antara tingkat investasi dan tingkat pertumbuhan, signifikan pada tingkat keyakinan 95 persen saja. Sedangkan hasil regresi model Dajin Li, didapati hanya negara Singapura pula yang memiliki hubungan jangka panjang yang searah antara tingkat investasi dan tingkat pertumbuhannya, signifikan pada tingkat keyakinan 95 persen.

Hal di atas berkemungkinan disebabkan oleh perbedaan data historis yang digunakan, di mana Jones dan Dajin Li telah menggunakan data negara-negara OECD dalam regresi modelnya. Secara historis data negara-negara OECD dimaklumkan akan berbeda dengan data negara-negara ASEAN. Di negara-negara OECD kemungkinan perencanaan masa depan sudah dijadikan sebagai satu faktor penentu yang akan mempengaruhi tingkat investasi dan tingkat pertumbuhannya. Sementara bagi negara-negara ASEAN tingkat investasi dan tingkat pertumbuhannya lebih dipengaruhi oleh tingkat investasi dan pertumbuhan sebelumnya. Ini akan memberikan perbedaan penting di dalam pembentukan model efek jangka panjang tersebut.

Untuk mendapatkan satu model yang lebih sesuai untuk meregreskan efek jangka panjang antara tingkat investasi dan tingkat pertumbuhan bagi negara-negara ASEAN, maka model berikut ini telah dibentuk :
4 4
git = β0 + β1 Iit + ∑βj git-1 + ∑βj Iit-1 + εt (9)
j=1 j=1

di mana, β0 adalah intersep; Iit adalah efek jangka panjang tingkat investasi terhadap tingkat pertumbuhan; dan ∑βj git-1 dan ∑βj Iit-1 adalah masing-masing variabel tertangguh untuk tingkat pertumbuhan dan tingkat investasi, di mana ini menggambarkan bahwa dalam jangka panjang tingkat pertumbuhan dinegara-negara ASEAN adalah diperkirakan dipengaruhi oleh tingkat investasi dan tingkat investasi tertangguh serta tingkat pertumbuhan tertangguh yang masing-masing diperkirakan tertangguh selama 4 tahun sebelumnya.

Dari Tabel 2, hasil regresi model ASEAN yang telah dibentuk, menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang positif yang signifikan antara tingkat investasi dan tingkat pertumbuhan bagi empat negara ASEAN yang dikaji, masing masing adalah Indonesia, Malaysia, Philipina dan Thailand dengan tingkat keyakinan 99 persen. Sedangkan untuk negara Singapura juga menunjukkan hubungan positif meskipun tidak signifikan secara statistik.

Keputusan di atas memberikan implikasi bahwa dengan melakukan penyesuaian terhadap model yang diregresikan dengan data historis negara-negara ASEAN, telah membuktikan bahwa hubungan jangka panjang yang positif diantara tingkat investasi dan tingkat pertumbuhan adalah wujud. Hasil kajian ini dapat lebih memperkuat lagi kajian-kajian yang telah dilakukan oleh Romer (1986,1987), Lucas (1988), Robelo (1991) dan Dajin Li (2002) dan sekaligus mematahkan pernyataan hasil kajian Jones (1995).



V. KESIMPULAN

Dalam kajian ini dapat disimpulkan bahwa hubungan jangka panjang antara tingkat investasi dan tingkat pertumbuhan dengan model AK adalah positif. Hal ini telah diungkapkan didalam hasil kajian yang telah dilakukan oleh Romer (1986,1987), Lucas (1988), Robelo (1991) dan dajin Li (2002), walaupun ditentang oleh Jones (1995), namun dapat dipatahkan.

Hasil kajian yang dilakukan terhadap data negara-negara ASEAN juga membuktikan dan memperkuat lagi bahwa hubungan jangka panjang yang positif antara tingkat investasi dan tingkat pertumbuhan tak dapat ditolak. Ini terbukti dari hasil regresi model yang telah disesuaikan dengan data historis bagi lima negara ASEAN. Empat negara daripada lima negara yang diuji yaitu Indonesia, Malaysia, Philipina dan Thailand membuktikan secara signifikan hubungan jangka panjang yang positif tersebut, satu negara lainnya yaitu Singapura walaupun tak signifikan secara statistik, namun juga membuktikan hubungan positif tersebut.

Pengembangan kajian lebih lanjut dengan menggunakan berbagai variasi model dalam mengkaji efek positif jangka panjang tingkat investasi terhadap tingkat pertumbuhan adalah menarik untuk dilakukan.









DAFTAR PUSTAKA

Dajin Li. 2002. Is the AK model still alive? The Long-run relation between growth and Investment re-examined, Canadian Journal of Economics, Vol. 35.1, Februari 2002.

Gujarati N,Damodar. 1995. Basic Econometrics. Singapura: McGraw-Hill Internasional Edisions.

Jones.C. 1995. Time Series Tests of Endogenous Growth Models. Quaterly Journal of Economics. 110; 495-525.

Mankiw,N. Gregory .2000. Macroeconomics. New York : Worth Publishers.Inc.

PENGARUH KAMPANYE NEGATIF TERHADAP STRUKTUR PERMINTAAN MINYAK GORENG DI PASARAN AMERIKA SERIKAT

ABSTRACT

Consumer issues such as health risk and green consumerism in international vegetable oils market potentially alter the processor level for vegetable oil. This study analyses whether changes in vegetable oils demand structure occur in the U.S markets as a result of the above issues. Using monthly data from January 1980 to December 2006, this study shows the above issues have effectively altered the demand structure for cottonseed oil and palm oil in the U.S. After the structural change, palm oil become an inferior good in the U.S. Palm oil also become more responsive to its own price. For cotton seed oil it become a complementary good to soybean oil. Intensive counter promotion should be conducted to win back consumers’ trust toward palm oil, along with increase product diversification, especially non-food and environmental friendly products.
Kata Kunci : Kampanye Negatif, Perubahan Struktur Permintaan, Minyak Goreng

ELASTICITY OF INPUT SUBSTITUTION, TECHNOLOGICAL CHANGES AND SCALE ECONOMICS : CASE OF OIL PALM PLANTATION IN RIAU PROVINCE, INDONESIA

ABSTRAK

Perkembangan perladangan kelapa sawit di Propinsi Riau merupakan satu daripada yang tertinggi di Indonesia. Kajian ini menguji sifat dasar penggunaan faktor input dalam menghasilkan pertumbuhan kelapa sawit di propinsi ini. Secara khusus kajian bertujuan mengukur keanjalan penggantian input, perubahan teknologi dan skel ekonomi bagi kes perladangan kelapa sawit di Propinsi Riau Indonesia. Kajian ini menggunakan gabungan data keratan lintang dan siri masa daripada 20 firma selama jangka masa 7 tahun (1997-2003). Pendekatan fungsi kos translog telah digunakan terhadap empat input pengeluaran (tanah, buruh, modal dan input pertengahan), output dan pembolehubah aliran masa. Hasil kajian menunjukkan hubungan kemudahgantian diantara input adalah sangat tidak anjal dan tidak penting. Keputusan ini menggambarkan bahawa peluang penggantian input-input lain terhadap tanah sangat kecil, khususnya dalam menghadapi penawaran tanah yang semakin berkurangan bagi pengembangan perladangan kelapa sawit di Propinsi Riau. Perubahan teknologi kelapa sawit di Propinsi Riau didapati berimbuhan buruh, manakala input-input lain menjadi faktor penjimatan. Perubahan teknologi tulen secara keseluruhan menyebabkan kos pengeluaran berkurangan sebanyak 8.7 peratus. Keputusan ini diperkuat oleh hasil penganggaran keanjalan kos dan skel yang kurang dan lebih besar daripada satu secara berturut-turut. Keseluruhan keputusan membayangkan bahawa perladangan kelapa sawit di Propinsi Riau mengalami kos purata berkurangan, yang dicirikan oleh pulangan meningkat ikut saiz industri. Secara langsung ini menggambarkan nilai-nilai ekonomi yang sangat menarik daripada industri. Dalam jangka panjang pengembangan perladangan kelapa sawit di Propinsi Riau menjadi terbatas kerana kekurangan tanah serta sangat rendahnya hubungan penggantian input. Dalam jangka pendek sektor perladangan kelapa sawit akan tetap menjadi penting dalam menyediakan peluang pekerjaan serta menyumbang kepada Keluaran Dalam Negara Kasar (KDNK) daerah.


Kata kunci : Kelapa Sawit, Keanjalan Penggantian Input, Perubahan Teknologi
dan Skel Ekonomi.


ELASTICITY OF INPUT SUBSTITUTION, TECHNOLOGICAL CHANGES AND SCALE ECONOMICS : CASE OF OIL PALM PLANTATION
IN RIAU PROVINCE, INDONESIA

ABSTRACT

The expansion of oil palm plantation in Riau Province, Indonesia has been one of the highest in the country. This study examines the nature of factor inputs use in generating oil palm growth in the province. Specifically, the study aims to measure the elasticity of input substitution and technological change for the case of oil palm plantation in Riau Province, Indonesia. This study utilized pooled cross-sectional and time series data from 20 firms over a period of 7 years (1997 – 2003). The Translog cost function approach was employed on four production inputs (land, labor, capital, and intermediate inputs), output and a time trend variable. Results indicate that substitution relationships among inputs are highly inelastic and negligible. This findings suggest that there is very little prospect for other inputs to substitute for land, especially in the face of dwindling land supply for oil palm expansion in Riau Province. Oil palm technological changes in Riau Province were found to be labor augmenting while all other inputs were factor saving. Overall pure technological change has resulted in a decrease in production cost by as much as 8.7 percent. This finding is reinforced by the cost and scale elasticity estimates of less and greater than one, respectively. Overall findings suggest that the oil palm plantation in Riau Province has experienced a declining average cost, which characterized an increasing return to size industry. This directly reflects the commercial attractiveness of the industry. There is limited scope for oil palm expansion in Riau Province in the long-run due to land scarcity as well as the very low factor substitution relationship. In the short-run the oil palm sector will continue to the important in terms of employment opportunities as well as provincial GDP contribution.


Key Words : Oil Palm, Elasticity of input substitution, Technical Changes
and Economic Scale

Ekonomi Mikro

BAB I

PENGERTIAN, HUKUM, KURVA DAN TEORI PERMINTAAN

a. Permintaan (Demand)

Permintan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu.

Teori Permintaan dan Kurva Permintaan

Beberapa Penentu Permintaan :

  1. Harga barang
  2. Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut.
  3. Pendapatan RT dan pendapatan rata-rata masyarakat.
  4. Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat.
  5. Cita rasa masyarakat.
  6. Jumlah penduduk.
  7. Ramalan keadaan di masa datang.

Harga dan permintaan bahwa makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut.


Pengaruh Faktor Lain Selain Harga Terhadap Permintaan

Harga barang lain

Hubungan antara sesuatu barang dengan berbagai jenis-jenis barang lainnya dapat dibedakan kepada tiga (3) golongan, yaitu:

· barang lain itu merupakan pengganti

· barang lain itu merupakan pelengkap

· kedua barang tidak mempunyai kaitan sama sekali (barang netral).

Barang Pengganti

Sesuatu barang dinamakan barang pengganti kepada barang lain apabila ia dapat menggantikan fungsi barang lain tersebut. Kopi dan teh adalah barang yang dapat saling menggantikan fungsinya. Seorang yang suka meminum teh selalu dapat menerima minuman kopi apabila teh tidak ada.

Harga barang pengganti dapat mempengaruhi permintaan barang yang dapat digantikannya. Sekiranya harga barang pengganti bertambah murah maka barang yang digantikannya akan mengalami pengurangan dalam permintaan.

Barang Pelengkap

Apabila suatu barang selalu digunakan bersama-sama dengan barang lainnya maka barang tersebut dinamakan barang pelengkap kepada barang lain tersebut. Gula adalah barang pelengkap pada kopi atau teh. Karena pada umumnya kopi dan teh yang kita minum harus dibubuhi gula.

Kenaikan atau penurunan permintaan barang pelengkap selalu sejalan dengan perubahan permintaan barang yang digenapinya. Kalau permintaan terhadap kopi atau bertambah begitu juga sebaliknya.

Barang Netral

Permintaan terhadap beras dan terhadap buku tulis tidak mempunyai hubungan sama sekali, maksudnya perubahan permintaan dan harga beras tidak akan mempengaruhi permintaan buku tulis begitu juga sebaliknya.

Pendapatan Para Pembeli

Pendapatan para pembeli merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan corak permintaan terhadap berbagai barang. Perubahan pendapatan selalu menimbulkan perubahan terhadap permintaan berbagai jenis barang.

Berdasarkan sifat perubahan permintaan yang berlaku apabila pendapatan berubah maka barang dibagi menjadi 4 bagian:

1.Barang Inferior

Barang inferior adalah barang yang banyak diminta oleh orang-orang yang berpendapatan rendah. Jadi kalau pendapatan bertambah tinggi maka permintaan terhadap barang inferior akan berkurang. Contoh: ubi kayu akan diganti oleh beras jika pendapatan naik.

2.Barang Esensial

Barang esensial perubahan pendapatan tidak akan mengurangi atau menambah permintaan terhadap barang esensial. Barang esensial yaitu barang kebutuhan pokok (Sembako).

3.Barang Normal

Suatu barang dinamakan barang normal apabila dia mengalami kenaikan dalam permintaan sebagai akibat dari kenaikan pendapatan. Contoh: televisi, atau peralatan rumah tangga.

4.Barang Mewah

Jenis barang ini dibeli apabila orang berpendapatan menengah ke atas atau tinggi. Contoh: motor, mobil.

Distribusi Pendapatan

1. Cita rasa atau selera masyarakat

2. Jumlah penduduk

3. Ramalan mengenai masa yang akan datang

Ramalan pada konsumen bahwa harga akan menjadi mahal atau tinggi pada masa akan datang akan mendorong mereka untuk membeli lebih banyak barang disaat sekarang. Contoh: BBM akan dinaikkan oleh pemerintah pada tahun depan akan mendorong masyarakat atau pengusaha untuk menimbun BBM.

Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan

Text Box:  Q
Text Box: Pergerakan Kurva Permintaan Pengaruh Harga Text Box: Pergeseran Kurva Permintaan Pengaruh Bukan Harga


Perilaku Konsumen

Teori perilaku konsumen pada dasarnya mempelajari mengapa para konsumen berperilaku seperti yang tercantum dalam hukum permintaan. Oleh karena itu teori perilaku konsumen akan menerangkan : (1) mengapa para konsumen akan membeli lebih banyak barang pada harga yang rendah dan mengurangi pembeliannya pada harga yang tinggi, dan (2) bagaimanakah seorang konsumen menentukan jumlah dan kombinasi barang yang akan dibeli dari pendapatannya.

Terdapat dua pendekatan dalam teori perilaku konsumen , yaitu :

1. Pendekatan utiliti (nilaiguna) kardinal atau Marginal Utility : bertitik tolak pada anggapan bahwa kepuasan (utiliti) setiap konsumen dapat diukur dengan uang atau dengan satuan lain ( utiliti yang bersifat kardinal) seperti kita mengukur volume air, panjang jalan, atau berat sekarung beras.

2. Pendekatan utiliti ordinal atau kurve kepuasan sama (Indifference Curve) : bertitik tolak pada anggapan bahwa tingkat kepuasan konsumen dapat dikatakan lebih tinggi atau lebih rendah tanpa mengatakan berapa lebih tinggi atau lebih rendah ( utiliti yang bersifat ordinal).

Teori Nilai Guna (Utility)

Nilai guna (utility) adalah kepuasan yang diperoleh konsumen / seseorang dari mengkomsumsi suatu barang. Nilai guna (utility) terbagi menjadi 2 yaitu:

  1. Nilai Guna Total (total utility)

adalah jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkomsumsi sejumlah barang.

  1. Nilai Guna Marginal (marginal utility)

adalah tambahan penggunaan dari penambahan 1 unit barang yang dikonsumsi.

Hipotetis utama teori nilai guna (hukum nilai guna marginal semakin menurun)

Bunyi hipotetisnya ialah:

“Tambahan nilai guna yang akan diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan suatu barang akan menjadi semakin sedikit apabila orang tersebut terus menerus menambah komsumsinya keatas barang tersebut dan pada kahirnya tambahan nilai guna akan menjadi negatif”

Prinsip teori Utilitas:

  1. Barang (goods) yang di konsumsi mempunyai sifat semakin banyak akan semakin besar manfaatnya. Dengan demikian, jika sesuatu yang bila dikonsumsi semakin banyak justru mengurangi kenikmatan hidup (bad) tidak dapat didefinisikan sebagai barang, misalnya penyakit.
  2. Utilitas (utility) adalah manfaat yang diperoleh seseorang karena ia mengkonsumsi barang, Dengan demikian Utilitas merupakan ukuran manfaat (kepuasan) bg seseorang karena mengkonsumsi barang. Keseluruhan manfaat yang diperoleh konsumen karena mengkonsumsi sejumlah barang disebut dengan Utilitas total (Total Utility) Utilitas marjinal (marginal utility) adalah tambahan manfaat yang diperoleh karena menambah satu unit konsumsi barang tertentu.
  3. Pada teori Utilitas berlaku Hukum Pertambahan Manfaat yang Makin Menurun (The law of Diminishing marginal utility) yaitu bahwa awalnya sesorang konsumen mengkonsumsi satu unit barang tertentu akan memperoleh atambahan Utilitas (manfaat) yang besar, akan tetapi tambahan unit konsumsi barang tersebut akan memberikan tambahan Utilitas (manfaat yang semakin menurun, dan bahkan dapat memberikan manfaat negatif. Dengan kata lain, Utilitas marjinal (MU) mula-mula adalah besar, dan semakin menurun dengan meningkatnya unit barang yang dikonsumsi.
  4. Pada teori Utilitas berlaku konsistensi preferensi, yaitu bahwa konsumen dapat secara tuntas (complete) menentukan rangking dan ordering pilihan (preference, choice) diantara berbagai paket barang yang tersedia. Konsep ini disebut dengan Transitivity dan rasionalitas. Misalnya, jika A lebih disuka dari B atau A>B, dan B lebih disukai dari C atau B>C, maka harus berlaku A lebih disuka dari C, atau A>C.
  5. Pada teori Utilitas diasumsikan bahwa konsumen mempunyai pengetahuan yang sempurna berkaitan dengan keputusan konsumsinya. Mereka dianggap (diasumsikan) mengetahui persis kualitas barang, kapasitas produksi, teknologi yang digunakan dsb.

Pendekatan Marginal Utility

Nilai guna cardinal/marginal utility menyatakan : kenikmatan yang diperoleh konsumen dapat dinyatakan secara kuantatif.

Memberikan penilaian subjektif akan pemuasan kebutuhan dari suatu barang

  • Tinggi rendahnya suatu barang tergantung pada subjek yang memberikan penilaian
  • Teori ini berupaya untuk mengkuantifikasikan kepuasan

Untuk menjelaskan perilaku konsumen dalam memenuhi kepuasannya digunakan anggapan :

1. Utiliti dapat diukur dengan uang atau satuan lain.

2. Berlaku hukum Gossen (Law of Diminishing Marginal Utility), yaitu : semakin banyak sesuatu barang dikonsumsikan, maka tambahan kepuasan (marginal utility) yang diperoleh dari setiap tambahan yang dikonsumsikan akan menurun.

3. Konsumen selalu berusaha mencapai kepuasan total yang maksimum.

Atas dasar anggapan ini, selanjutnya kita harus memperhatikan perbedaan antara total utility dan marginal utility. Total utility adalah jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsikan sejumlah barang tertentu. Sedangkan marginal utility adalah pertambahan (atau pengurangan) kepuasan sebagai akibat dari pertambahan (atau pengurangan) dari konsumsi satu unit barang tertentu.

Marginal Rate of Substitution (MRS)

Tingkat substitusi marginal adalah besarnya pengorbanan/pengurangan jumlah konsumsi barang yang satu untuk menaikkan konsumsi satu satuan barang lainnya, dengan tetap mempertahankan tingkat kepuasannya.

Jika konsumen ingin meningkatkan konsumsi salah 1 barang maka harus mengurangi kuantitas barang lain yang dikonsumsi. Dalam kasus ini apabila konsumen akan menambah barang x maka harus mengurangi konsumsi barang Y (trade off). Hal ini yang disebut sebagai daya substitusi marginal (Marginal Rate of Substitution (MRS)

Pendekatan Kurva Indiferens / Teori Utilitas Ordinal

Pendekatan marginal utility, dinilai mempunyai kelemahan, karena menganggap nilai utiliti/kepuasan dapat diukur dengan angka-angka. Kepuasan adalah sesuatu yang tidak mudah diukur sehingga tidak mungkin diukur dengan angka. Untuk menghindari kelemahan itu Sir John R. Hicks mengembangkan pendekatan baru, yang dikenal dengan pendekatan kurve kepuasan sama (Indifference Curve).

Dalam pendekatan ini digunakan anggapan:

1. konsumen mempunyai pola preferensi terhadap barang-barang konsumsi ( misalnya barang X dan Y) yang bisa dinyatakan dalam bentuk peta kurve kepuasan sama ( Indifference Curve Map) atau kumpulan dari kurve kepuasan sama;

2. konsumen mempunyai jumlah uang tertentu (= pendapatan tertentu) ; dan

3. konsumen selalu berusaha mencapai kepuasan maksimum.

Menurut Koutsoyiannis (1985:17), asumsi untuk teori indifference-curves adalah

1. Rasionalitas. Konsumen diasumsikan rasional: ia berusaha memaksimumkan utilitinya, berdasarkan pendapatannya dan harga pasar tertentu. Ia juga diasumsikan mempunyai pengetahuan yang cukup tentang semua informasi yang relevan.

2. Utiliti adalah ordinal. Konsumen dianggap dapat menyusun secara urut (rank) pilihan-pilihannya terhadap berbagai kelompok barang (basket’s of goods) berdasarkan tingkat kepuasan setiap kelompok.

3. Tingkat substitusi marginal yang menurun ( diminishing marginal rate of substitution).

Pilihan-pilihan (preferences) disusun dalam bentuk kurve indiferen, yang diasumsikan cembung (convex) pada titik origin. Hal ini menunjukkan bahwa slope kurve indiferen adalah menaik. Slope kurve indiferen ini disebut tingkat substitusi marginal dari suatukomoditi. Teori kurve indiferen didasarkan pada aksioma ini.

4. Total utiliti tergantung pada kuantitas komoditi yang dikonsumsi. Secara matematis ditulis: U =f(q1 ,q2 ,q3, ……, qn).

5. Konsintensi dan transitivitas dalam pilihan. Konsumen diasumsikan dalam pilihannya yaitu, jika pada suatu waktu ia memilih kelompok barang A dari pada kelompok B, ia tidak akan memilih kelompok barang B dari pada kelompok A pada saat yang lain.Asumsi konsistensi dapat ditulis dengan simbol: Jika A>B, maka B > A. Sifat transitivitas : jika A lebih disukai dari pada B, dan B lebih disukai dari pada C, maka A lebih disukai dari pada C. Asumsi ini dapat ditulis dengan simbol: Jika A>B, dan B>C, maka A>C.

Asumsi dasar teori utility ordinal:

  • Rasionalitas artinya konsumen akan berusaha meningkatkan atau memilih tingkat kepuasan yang tinggi.
  • Konveksitas artinya bentuk kurva indiference cembung dari titik origin dari sumbu absis dan ordinat.
  • Nilai guna tergantung pada jumlah barang yang dikonsumsi
  • Transivitas artinya konsumen akan menjatuhkan pada pilihan yang terbaik dan beberapa pilihan
  • Kurva indifference tidak boleh bersinggungan atau saling berpotongan.

Kurva indiferens adalah kurva yang menghubungkan titik-titik tempat kedudukan paket kombinasi konsumsi dua barang yang memberikan tingkat kepuasan (kegunaan) yang sama. (dinilai dalam skala ordinal).

Keunggulan Pendekatan Indifference Curve

  1. tidak perlunya anggapan bahwa utility konsumen bersifat cardinal
  2. efek perubahan harga terhadap jumlah yang diminta bisa dipecah lebih lanjut antara lain efek substitusi dan efek pendapatan.
  3. bisa ditunjukkan beberapa faktor lain yang sangat penting yang mempengaruhi permintaan konsumen akan sesuatu barang antara lain penghasilan atau income riil konsumen, perubahan harga barang lain, selera konsumen.

Surplus Konsumen

Surplus konsumen, yaitu kelebihan atau perbedaan antara kepuasan total atau total utility (yang dinilai dengan uang) yang dinikmati konsumen dari mengkonsumsikan sejumlah barang tertentu dengan pengorbanan totalnya (yang dinilai dengan uang) untuk memperoleh atau mengkonsumsikan jumlah barang tersebut.